Tahun yang lalu biarlah berlalu, hari esok masih menanti. Di
tahun 2014 kemarin, bukanlah 365 hari yang menyenangkan. Ada momen-momen dimana
rasa kehilangan di awal tahun 2014 itu masih terasa. Mengubah pandangan dari
percaya menjadi tak berdaya.
Mungkin memang benar kata beberapa kawan yang pernah ke
Ibukota Negara ini kalau Ibukota lebih kejam dari Ibu tiri. Dari mencari
eksistensi diri menjadi mencari sesuap butir beras. Kuda perang yang sudah lama
menemani saya berjuang sejak masih menuntut ilmu meninggalkan saya tanpa jejak
di pagi hari itu dikala saya bersiap berangkat menuntut amanah.
Rasa itu seperti mau mengumbar petaka, tetapi mau
menyalahkan siapa? Sekalipun kunci sudah di double
lock juga masih bisa di crack
oleh para ninja gila ini. Sampai-sampai ninja sebelah juga dengan mudahnya di
crack. Senasib sepenanggungan, saya kata. Tetapi, rasa itu masih belum hilang.
#gagal move on.
Tak henti di situ, di pertengahan tahun, entah kesialan
ataupun apa namanya sayapun tak begitu paham. Perangkat komunikasi tercanggih
dalam genggaman pun terlepas. Menjadikan saya seorang eng-ing-eng zaman purba,
prehistoric, dinosaurus dengan segala peralatan yang masuk dalam zaman berburu
dan meramu. Pekerjaan tinggallah dikerjakan. Tetapi, dengan semua kemunduran
itu membuat saya berpikir, Mungkin demo buruh kemarin ada benarnya. Melihat
diskusi antara pengusaha, buruh, dan pemerintah dalam suasana candaan itu hanya
satu pernyataan yang terngiang.
“Untuk apa kerja kalau masih miskin-miskin juga.” Bukan masalah miskin atau kaya, bukan masalah cukup kebutuhan terpenuhi. Apalagi kembali ke pasal 1 saya, “Rezeki orang itu berbeda-beda.” Tetapi, Negara ini sebagai Komunitas Luar biasa dari sekitar 200juta orang, apakah mampu memberi nilai lebih untuk member komunitas ini sendiri?
Atau, pada akhirnya kita berpijak pada kaki kita sendiri.
Tanpa memperdulikan apa yang dikerjakan pimpinan komunitas itu.
Awal tahun 2015 ini mungkin saya lalui dengan hampa, setelah
dua kehilangan tersebut, saya menghadapi kehilangan mesin ekonomi saya.
Menjadikan saya tuna karya. Semua orang berharap hari esok yang lebih cerah,
tahun yang lebih bernilai dan progress
cerminan kehidupan yang semakin meningkat daripada kehidupan yang
stagnan, saya pun juga.
Menghilangkan rasa kehilangan, judul ini terbersit dari
hilangnya salah satu pesawat Air Asia yang sampai saat ini pencarian masih
berlangsung. Saya turut prihatin atas bencana tersebut. Hanya satu kata dari
saya untuk jawaban dari menghilangkan rasa kehilangan itu sendiri. Yaitu
IKHLAS. Apapun yang terjadi itu adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Lanjutkan
hidup anda, Lanjutkan Karir anda. Kalau saya, melanjutkan berburu dan meramu.
Berbagai prediksi kesalahan teknis apapun dari bencana itu. Kenyataannya itu
sudah terjadi dan yang perlu dihadapi selanjutnya adalah menghilangkan rasa
kehilangan. Selamat Berjuang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar