29 November 2011

Berbagi Qurban


BERBAGI QURBAN


Pada Hari Raya Idul Adha 1432H kemarin , saat takbir berkumandang dan sebelum sholat id di halaman pabrik, seorang kawan datang menghampiri saya yang sedang duduk. Berbicara dengan nada yang perlahan.
G: “Engko re lungo to”? (Nanti nggak pergi kan?)
Y: “Re.” (Nggak)
G: “Nang mesjid ngrewangi.” (Ke masjid bantu-bantu.)
Y: “Yoh!” (Ya)
Y: “Sapine sing dibeleh ono piro?” (Sapi yang disembelih ada berapa?)
G: “6”


Kalau tidak salah, mungkin seperti itu penggalan percakapan saya dengan G yang notabene salah satu pengatur  remaja-remaja tua di desa tempat saya tinggal ketika ada kegiatan. Setelah mengetahui jumlahnya, sedikit permasalahan muncul di benak saya. Tahun kemarin dengan 4 sapi saja pekerjaan selesai sore, Lha ini 6, sampai malam ini. Apalagi dengan berkurangnya jumlah remaja dan orang tua yang peduli tetapi semakin “sepuh” yang mau membantu di desa. Selain karena pekerjaan yang membuat para remaja ini pindah,  Remaja-remaja orang tua yang beralih fungsi menjadi kepala keluarga hanya beberapa saja yang membantu.
Selesai sholat id, pulang, tidur sejenak. Undangan ngrewangi pun datang dibawa teman saya yang membuat saya terbangun. Saat itu dengan segera saya ambil onthel dan pergi ke masjid. Serasa tak yakin dengan jumlah sapi, saya menghitung mereka. Dan ternyata ada 7. “Bakal tekan bengi iki.”
Sementara instruksi-instruksi lebih lanjut belum ada, kawan-kawan satu desa yang memang jarang bertemu memulai cerita-cerita guyonan ndablek khas mereka. Saya pun ikut menikmati obrolan dari pertemuan ini .
Prosesi penyembelihan dimulai jam 9. Hal yang lumrah molor dari jadwal yang tertulis jam 8 tetapi tetap ini bukan hal yang sehat untuk kegiatan lainnya.
Urutan Prosesi
  1. Persiapan. Sapi di jatuhkan agar berbaring di tempat yang sudah dipersiapkan untuk mengubur darah.
  2. Penyembelihan. Membutuhkan sekitar 5-7 orang untuk menahan perlawanan dari si sapi ketika disembelih.
  3. Menguliti. Setelah si sapi kehabisan darah dan terbukti sudah menghembuskan napas terakhirnya. Tubuhnya di seret di tempat yang teduh agar orang-orang yang berkompeten menguliti melepas kulit dan daging dari sapi ini. Membutuhkan 3-6 orang.
  4. Distribusi, Layanan antar-jemput. Setelah daging, kulit, usus terpisah. daging dibawa ke tempat pemotongan dan penimbangan sementara usus dibawa ke tempat pembersihan         (sungai) untuk dibersihkan sebelum ditimbang. Usus besar itu yang paling berat dan paling kotor karena isinya kotoran. Untuk membawa usus besar ke sungai membutuhkan sekitar 4 orang untuk mengantarnya.
  5. Pembersihan, pemotongan dan penimbangan. Disini, banyak ibu-ibu yang membantu di area ini untuk menimbang dan menghitung. Sementara lelaki yang cukup kuat, memotong daging dan tulang.
  6. Pembungkusan. Masih didominasi oleh para ibu untuk urusan yang satu ini untuk memisahkan yang mana shokib (orang yang ikut sumbang dana qurban) dan warga yang memang mendapat jatah. Shokib mendapat daging biasanya sekitar 3,5 kg sampai 4 kg. Sementara jatah warga per bungkus 1,5 kg.
  7. Distribusi. Layanan antar daging qurban. Setelah dibungkus. Daging ini dibagikan ke warga yang memang mendapat jatah alias di hari sebelumnya mendapat kupon. Terlepas apakah mereka muslim ataupun non.
  8. Evaluasi dan laporan. Setelah terbagikan. Saatnya menghitung sisa daging dan siapa-siapa saja yang belum dapat atau dalam keadaan sepi saat rumahnya dilewati rombongan distributor daging.
Akhirnya selesai juga, pukul 5 sore dalam keadaan hujan dan hujan-hujanan,  jatah tiap orang yang ikut sumbang tenaga mendapat satu bungkus daging.  Lumayan.
Kami , eh saya dan kawan-kawan saya ikut sumbangsih tenaga dalam prosesi nomor  2, 4, 5, dan 7.  Di tahun sebelumnya kami hanya kebagian nomor 2,4, dan 7. Ketika jagoan-jagoan desa masih bersemayam di desa ini karena mereka tergolong kuat dari sisi otot untuk mengampu pekerjaan nomor 5 untuk memotong tulang. Para jagoan ini sudah mendapat pekerjaan di tempat lain, kamilah penerusnya. Dan nomor 5, anggapan para orang tua agar terjadi regenerasi di desa untuk urusan pemotongan daging. Sayang, para gadis / remaja wanita desa saat ini enggan berurusan dengan hal-hal yang seperti ini menyebabkan para ibu yang semakin sepuh mengurusi berbagai hal yang berkaitan masalah pengitungan dan penimbangan. Ini benar-benar hal yang sangat sederhana, sepele, namun, kalau tidak ada yang mau melakukan lalu siapa lagi?
Kecapekan melanda setelah sampai di rumah. Mandi membersihkan si sapi yang masih menempel. Dan tidur setelah magrib walau kawan-kawan memanggil untuk persiapan menyate.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar

Yang Sempat Mampir