05 Maret 2013

Mengapa Selalu Nasi?

Nasi Super


Zaman dahulu, sewaktu pembangunan besar-besaran yang masih dipimpin oleh Alm. Bapak Soeharto sekitar tahun 1970. Setelah di tahun itu Indonesia Raya sempat mencicipi indahnya swasembada pangan.
Terutama beras.Karena sang Alm. Soeharto menitikberatkan pembangunan sarana pertanian sehingga kebutuhan pangan terpenuhi daripada industri lainnya. Dengan pembuatan irigasi dan sawah hampir di seluruh daerah NKRI. Sehingga menjadikan Nasi sebagai makanan pokok. Menggantikan panganan lokal seperti sagu, jagung, kentang, ketela. Dan daerah-daerah yang di waktu itu mengalami kekurangan pangan akhirnya terpenuhi juga kebutuhan pokoknya sebagai manusia. Ketika di daerahnya juga kebagian pembangunan irigasi dan sawah. Sehingga mampu menghasilkan beras yang kemudian diolah menjadi nasi tanpa perlu jauh-jauh kesana-kemari. Sehingga tak mengherankan pengaruh Beliau masih cukup kuat di daerah terlepas dari segala kontroversi yang pernah ada.

Tak Hanya itu, ternyata Presiden kedua kita juga menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya, bahkan mungkin satu-satunya. Dikutip dari http://anton-djakarta.blogspot.com/2011/11/rahasia-kehebatan-suharto.html. Hanya dengan nasi putih dan air putih tanpa lauk ataupun garam beliau bertahan selama setahun dalam tapa menengnya ketika melarikan diri dari KNIL karena menolak berperang bersama Jepang melawan sekutu di tahun 1942. Sehingga tak mengherankan beliau mengedepankan pertanian terutama beras (bahan dasar nasi) di atas lainnya sebagai prioritas pembangunan.

Dan sistem itu saat ini sudah menjadi budaya Indonesia menjadikan negara ini menjadi pengonsumsi terbesar beras di antara Negara Asean. Kroscek dari media terkini menyebut tingkat konsumsi beras Indonesia mencapai 135 kg perkapita mengalahkan Thailand dengan 80kg perkapita dan Malaysia dengan 85kg perkapitanya. Disebut juga jumlah ideal konsumsi beras seharusnya hanya 90kg perkapita.

Kementerian Pertanian berencana menurunkan tingkat konsumsi beras 1,5 % per tahun. Dengan diversifikasi tidaklah cukup. Memerlukan kekuatan yang lebih dari sekedar kuat untuk mengubah budaya pangan ini. Dan saat ini, beras juga sudah bukan komoditi yang termasuk swasembada lagi mengingat kebutuhannya terlalu besar untuk diberaskan.

Kita tahu, di bagian Asia Timur, walau makanan pokok mereka juga nasi, namun, penyajian dengan mangkuk kecil dan juga sumpit sebagai alat transportasi makanan menyebabkan konsumsi yang tak keterlaluan. Bandingkan dengan kita yang piring menyatu dengan lauk sehingga ketika lauk habis namun nasi belum ya nambah. Pertanyaan mengenai haruskah setiap hari makan nasi berkecamuk. Mengingat terdapat pula bahan pengganti lokal yang tak kalah enak dan menyehatkan.

Perubahan mindset untuk menjadikan sebetapa kurang pentingnya nasi pun harus dimulai dari diri sendiri. Walau tentu bukan pekerjaan yang mudah. 


2 komentar:

  1. Wah bener juga mas, mindset orang indonesia itu kan belum dikatakan makan kalo belum makan nasi. memang sudah saatnya kita sedikit mengurangi ketergantungan akan beras sehingga bahan pangan kita akan selalu tercukupi :)

    BalasHapus
  2. ono upo ono doyo,
    ono doyo ono karyo,
    ono karyo ono arto,
    ono arto ono dino ..........

    BalasHapus

komentar

Yang Sempat Mampir